Home
>
Cerita Dewasa
>
Cerita Hot
>
Cerita Panas
>
Cerita Seks
>
Dipuasi Oleh Majikkan Yang Bernafsu Tinggi
Dipuasi Oleh Majikkan Yang Bernafsu Tinggi
Dipuasi Oleh Majikkan Yang Bernafsu Tinggi |
DominoQQ - Hingga kini, kisah ini
masih sering terlintas dalam benak dan pikiranku. Entah suatu keberuntungankah
atau kepedihan bagi si pelaku. Yang jelas dia sudah mendapatkan pengalaman
berharga dari apa yang dialaminya. Sebut saja namaya si Vin. Berasal dari
kampung yang sebenarnya tidak jauh-jauh sekali dari kota Y. Di kota Y inilah
dia numpang hidup pada seorang keluarga kaya. Suami istri berkecukupan dengan
seorang lagi pembantu wanita Inah, dengan usia kurang lebih diatas Vin 2-3
tahun. Vin sendiri berumur 15 tahun jalan.
Suatu hari nyonya majikannya yang masih muda, Ibu Sintay atau
biasa mereka memanggil Bu Sinta, mendekati mereka berdua yang tengah sibuk di
dapur yang terletak di halaman belakang, di depan kamar si Vin.
“Inah.., besok lusa Bapak hendak ke Kalimantan lagi. Tolong siapkan pakaian secukupnya jangan lupa sampai ke kaos kakinya segala..” perintahnya.
“Kira-kira berapa hari Bu..?” tanya Inah hormat.
“Cukup lama.. mungkin hampir satu bulan.”
“Baiklah Bu..” tukas Inah mahfum.
“Inah.., besok lusa Bapak hendak ke Kalimantan lagi. Tolong siapkan pakaian secukupnya jangan lupa sampai ke kaos kakinya segala..” perintahnya.
“Kira-kira berapa hari Bu..?” tanya Inah hormat.
“Cukup lama.. mungkin hampir satu bulan.”
“Baiklah Bu..” tukas Inah mahfum.
Dipuasi Oleh Majikkan Yang Bernafsu Tinggi
Bu
Sinta segera berlalu melewati Vin yang tengah membersihkan tanaman di
pekarangan belakang tersebut. Dia mengangguk ketika Vin membungkuk hormat
padanya.
Ibu
Sinta majikannya itu masih muda, paling tua mungkin sekitar 30 tahunan, begitu
Inah pernah cerita kepadanya. Mereka menikah belum lama dan termasuk lambat
karena keduanya sibuk di study dan pekerjaan. Namun setelah menikah, Bu Sinta
nampaknya lebih banyak di rumah. Walaupun sifatnya hanya sementara, sekedar
untuk jeda istirahat saja.
Dengan
perawakan langsing, dada tidak begitu besar, hidung mancung, bibir tipis dan
berkaca mata serta kaki yang lenjang, Bu Sinta terkesan angkuh dengan wibawa
intelektualitas yang tinggi. Namun kelihatan kalau dia seorang yang baik hati
dan dapat mengerti kesulitan hidup orang lain meski dalam proporsi yang
sewajarnya. Dengan kedua pembantunya pun tidak begitu sering berbicara. Hanya
sesekali bila perlu. Namun Vin tahu pasti Inah lebih dekat dengan majikan
perempuannya, karena mereka sering bercakap-cakap di dapur atau di ruang tengah
bila waktunya senggang.
Beberapa
hari kepergian Bapak ke Kalimantan, Vin tanpa sengaja menguping pembicaraan
kedua wanita tersebut.
“Itulah Nah.. kadang-kadang belajar perlu juga..” suara Bu Sinta terdengar agak geli.
“Di kampung memang terus terang saya pernah Bu..” Inah nampak agak bebas menjawab.
“O ya..?”
“Iya.. kami.. sst.. pss..” dan seterusnya Vin tidak dapat lagi menangkap isi pembicaraan tersebut. Hanya kemudian terdengar tawa berderai mereka berdua.
“Itulah Nah.. kadang-kadang belajar perlu juga..” suara Bu Sinta terdengar agak geli.
“Di kampung memang terus terang saya pernah Bu..” Inah nampak agak bebas menjawab.
“O ya..?”
“Iya.. kami.. sst.. pss..” dan seterusnya Vin tidak dapat lagi menangkap isi pembicaraan tersebut. Hanya kemudian terdengar tawa berderai mereka berdua.
Vin
mulai lupa percakapan yang menimbulkan tanda tanya tersebut karena kesibukannya
setiap hari. Membersihkan halaman, merawat tanaman, memperbaiki kondisi rumah,
pagar dan sebagainya yang dianggap perlu ditangani. Hari demi hari berlalu
begitu saja. Hingga suatu sore, Vin agak terkejut ketika dia tengah
beristirahat sebentar di kamarnya.
Tiba-tiba pintu terbuka, “Kriieet.. Blegh..!” pintu itu segera menutup lagi.
Dihadapannya kini Bu Sinta, majikannya berdiri menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat ia mengerti.
Tiba-tiba pintu terbuka, “Kriieet.. Blegh..!” pintu itu segera menutup lagi.
Dihadapannya kini Bu Sinta, majikannya berdiri menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat ia mengerti.
“Vin..”
suaranya agak serak.
“Jangan kaget.. nggak ada apa-apa. Ibu hanya ada perlu sebentar..”
“Maaf Bu..!” Vin cepat-cepat mengenakan kaosnya.
Barusan dia hanya bercelana pendek. Bu Sinta diam dan memberi kesempatan Vin mengenakan kaosnya hingga selesai. Nampaknya Bu Sinta sudah dapat menguasai diri lagi. Dengan mimik biasa dia segera menyampaikan maksud kedatangannya.
“Jangan kaget.. nggak ada apa-apa. Ibu hanya ada perlu sebentar..”
“Maaf Bu..!” Vin cepat-cepat mengenakan kaosnya.
Barusan dia hanya bercelana pendek. Bu Sinta diam dan memberi kesempatan Vin mengenakan kaosnya hingga selesai. Nampaknya Bu Sinta sudah dapat menguasai diri lagi. Dengan mimik biasa dia segera menyampaikan maksud kedatangannya.
“Hmm..,”
dia melirik ke pintu.
“Ibu minta kamu nggak usah cerita ke siapa-siapa. Ibu hanya perlu meminjam sesuatu darimu..”
Kemudian dia segera melemparkan sebuah majalah.
“Lihat dan cepatlah ikuti perintah Ibu..!” suara Bu Sinta agak menekan.
Agak gelagapan Vin membuka majalah tersebut dan terperangah mendapati berbagai gambar yang menyebabkan nafasnya langsung memburu. Meski orang kampung, dia mengerti apa arti semua ini. Apalagi jujur dia memang tengah menginjak usia yang sering kali membuatnya terbangun di tengah malam karena bayangan dan hawa yang menyesakkan dada bila baru nonton TV atau membaca artikel yang sedikit nyerempet ke arah “itu”.
“Ibu minta kamu nggak usah cerita ke siapa-siapa. Ibu hanya perlu meminjam sesuatu darimu..”
Kemudian dia segera melemparkan sebuah majalah.
“Lihat dan cepatlah ikuti perintah Ibu..!” suara Bu Sinta agak menekan.
Agak gelagapan Vin membuka majalah tersebut dan terperangah mendapati berbagai gambar yang menyebabkan nafasnya langsung memburu. Meski orang kampung, dia mengerti apa arti semua ini. Apalagi jujur dia memang tengah menginjak usia yang sering kali membuatnya terbangun di tengah malam karena bayangan dan hawa yang menyesakkan dada bila baru nonton TV atau membaca artikel yang sedikit nyerempet ke arah “itu”.
Sejurus
diamatinya Bu Sinta yang tengah bergerak menuju pintu. Beliau mengenakan kaos
hijau ketat, sementara bawahannya berupa rok yang agak longgar warna hitam agak
berkilat entah apa bahannya. Segera tangan putih mulus itu menggerendel pintu.
Kemudian.., “Berbaringlah Vin.. dan lepaskan celanamu..!”
Agak ragu Vin mulai membuka.
“Dalemannya juga..” agak jengah Bu Sinta mengucapkan itu.
Dengan sangat malu Vin melepaskan CD-nya. Sejenak kemudian terpampanglah alat pribadinya ke atas.
Kemudian.., “Berbaringlah Vin.. dan lepaskan celanamu..!”
Agak ragu Vin mulai membuka.
“Dalemannya juga..” agak jengah Bu Sinta mengucapkan itu.
Dengan sangat malu Vin melepaskan CD-nya. Sejenak kemudian terpampanglah alat pribadinya ke atas.
Lain
dari pikiran Vin, ternyata Bu Sinta tidak segera ikut membuka pakaiannya.
Dengan wajah menunduk tanpa mau melihat ke wajahnya, dia segera bergerak naik
ke atas tubuhnya. Vin merasakan desiran hebat ketika betis mereka bersentuhan.
Naik lagi.. kini Vin bisa merasakan halusnya paha majikannya itu bersentuhan dengan paha atasnya. Naik lagi.. dan.. Vin merasakan seluruh tulang belulangnya kena setrum ribuan watt ketika ujung alat pribadinya menyentuh bagian lunak empuk dan basah di pangkal paha Bu Sinta.
Naik lagi.. kini Vin bisa merasakan halusnya paha majikannya itu bersentuhan dengan paha atasnya. Naik lagi.. dan.. Vin merasakan seluruh tulang belulangnya kena setrum ribuan watt ketika ujung alat pribadinya menyentuh bagian lunak empuk dan basah di pangkal paha Bu Sinta.
Tanpa
memperlihatkan sedikitpun bagian tubuhnya, Bu Sinta nampaknya hendak melakukan
persetubuhan dengannya. Vin menghela nafas dan menelan ludah ketika tangan
lembut itu memegang alatnya dan, “Bleesshh..!”
Dengan badan bergetar antara lemas dan kaku, Vin sedikit mengerang menahan geli dan kenikmatan ketika barangnya dilumat oleh daging hangat nan empuk itu.
Dengan badan bergetar antara lemas dan kaku, Vin sedikit mengerang menahan geli dan kenikmatan ketika barangnya dilumat oleh daging hangat nan empuk itu.
Dengan
masih menunduk Bu Sinta mulai menggoyangkan pantatnya. Tangannya menepis tangan
Vin yang secara naluriah hendak merengkuhnya.
“Hhh.. ehh.. sshh.. ” kelihatan Bu Sinta menahan nafasnya.
“Aakh.. Bu.. saya.. saya nggak tahan..” Vin mulai mengeluh.
“Tahann sebentar.. sebentar saja..!” Bu Sinta nampak agak marah mengucapkan itu, keringatnya mulai bermunculan di kening dan hidungnya.
“Hhh.. ehh.. sshh.. ” kelihatan Bu Sinta menahan nafasnya.
“Aakh.. Bu.. saya.. saya nggak tahan..” Vin mulai mengeluh.
“Tahann sebentar.. sebentar saja..!” Bu Sinta nampak agak marah mengucapkan itu, keringatnya mulai bermunculan di kening dan hidungnya.
Sekuat
tenaga Vin menahan aliran yang hendak meledak di ujung peralatannya. Di atasnya
Bu Sinta terus berpacu.. bergerak semakin liar hingga dipan tempat mereka
berada ikut berderit-derit. Makin lama semakin cepat dan akhirnya nampak Bu Sinta
mengejang, kepalanya ditengadahkan ke atas memperlihatkan lehernya yang putih
berkeringat.
“Aaahhkhh..!”
Sejurus kemudian dia berhenti bergoyang. Lemas terkulai namun tetap pada posisi duduk di atas tubuh Vin yang masih bergetar menahan rasa. Nafasnya masih memburu.
“Aaahhkhh..!”
Sejurus kemudian dia berhenti bergoyang. Lemas terkulai namun tetap pada posisi duduk di atas tubuh Vin yang masih bergetar menahan rasa. Nafasnya masih memburu.
Beberapa
saat kemudian, “Pleph..!” tiba-tiba Bu Sinta mencabut pantatnya dari tubuh Vin.
Dia segera berdiri, merapihkan rambutnya dan roknya yang tersingkap sebentar.
Kemudian, “Jangan cerita kepada siapapun..!” tandasnya, “Dan bila kamu belum selesai, kamu bisa puaskan ke Inah.. Ibu sudah bicara dengannya dan dia bersedia..” tukasnya cepat dan segera berjalan ke pintu lalu keluar.
Dia segera berdiri, merapihkan rambutnya dan roknya yang tersingkap sebentar.
Kemudian, “Jangan cerita kepada siapapun..!” tandasnya, “Dan bila kamu belum selesai, kamu bisa puaskan ke Inah.. Ibu sudah bicara dengannya dan dia bersedia..” tukasnya cepat dan segera berjalan ke pintu lalu keluar.
Vin
terhenyak di atas kasurnya. Sejenak dia berusaha menahan degup jantungnya.
Diambilnya nafasdalam-dalam. Sambil sekuat tenaga meredam denyutan di ujung
penisnya yang terasa mau menyembur cepat itu. Setelah bisa tenang, dia segera
bangkit, mengenakan pakaiannya kemudian berbaring. nafasnya masih menyisakan
birahi yang tinggi namun kesadarannya cepat menjalar di kepalanya. Dia sadar,
tak mungkin dia menuntut apapun pada majikan yang memberinya hidup itu. Namun
sungguh luar biasa pengalamannya tersebut. Tak sedikitpun terpikir, Bu Sinta
yang begitu berwibawa itu melakukan perbuatan seperti ini.
Dada
Vin agak berdesir teringat ucapan Bu Sinta tentang Inah. Terbayang raut wajah
Inah yang dalam benaknya lugu, tetapi kenapa mau disuruh melayaninya..? Vin
menggelengkan kepala.. Tidak..! biarlah perbuatan bejat ini antara aku dan Bu Sinta.
Tak ingin dia melibatkan orang lain lagi. Perlahan tapi pasti Vin mampu
mengendapkan segala pikiran dan geVinlak perasaannya. Beberapa menit kemudian
dia terlelap, hanyut dalam kenyamanan yang tanggung dan mengganjal dalam
tidurnya.
Perlakuan
Bu Sinta berlanjut tiap kali suaminya tidak ada di rumah. Selalu dan selalu dia
meninggalkan Vin dalam keadaan menahan geVinlak yang menggelegak tanpa
penyelesaian yang layak. Beberapa kali Vin hendak meneruskan hasratnya ke Inah,
tetapi selalu diurungkan karena dia ragu-ragu, apakah semuanya benar-benar
sudah diatur oleh majikannya atau hanyalah alasan Bu Sinta untuk tidak
memberikan balasan pelayanan kepadanya.
Hingga
akhirnya pada suatu malam yang dingin, di luar gerimis dan terdengar
suara-suara katak bersahutan di sungai kecil belakang rumah dengan rythme-nya
yang khas dan dihafal betul oleh Vin. Dia agak terganggu ketika mendengar daun
pintu kamarnya terbuka.
“Kriieet..!” ternyata Bu Sinta.
Nampak segera melangkah masuk kamar. Malam ini beliau mengenakan daster merah jambu bergambar bunga atau daun-daun apa Vin tidak jelas mengamatinya. Karena segera dirasakannya nafasnya memburu, kerongkongannya tercekat dan ludahnya terasa asin. Wajahnya terasa tebal tak merasakan apa-apa.
“Kriieet..!” ternyata Bu Sinta.
Nampak segera melangkah masuk kamar. Malam ini beliau mengenakan daster merah jambu bergambar bunga atau daun-daun apa Vin tidak jelas mengamatinya. Karena segera dirasakannya nafasnya memburu, kerongkongannya tercekat dan ludahnya terasa asin. Wajahnya terasa tebal tak merasakan apa-apa.
Agak
terburu-buru Bu Sinta segera menutup pintu. Tanpa bicara sedikitpun dia
menganggukkan kepalanya. Vin segera paham. Dia segera menarik tali saklar di
kamarnya dan sejenak ruangannya menjadi remang-remang oleh lampu 5 watt warna
kehijauan. Sementara menunggu Vin melepas celananya, Bu Sinta nampak menyapukan
pandangannya ke seantero kamar.
“Hmm.. anak ini cukup rajin membersihkan kamarnya..” pikirnya.
Tapi segera terhenti ketika dilihatnya “alat pemuasnya” itu sudah siap.
Dan.., kejadian itu terulang kembali untuk kesekian kalinya. Setelah selesai Bu Sinta segera berdiri dan merapihkan pakaiannya. Dia hendak beranjak ketika tiba-tiba teringat sesuatu.
“Hmm.. anak ini cukup rajin membersihkan kamarnya..” pikirnya.
Tapi segera terhenti ketika dilihatnya “alat pemuasnya” itu sudah siap.
Dan.., kejadian itu terulang kembali untuk kesekian kalinya. Setelah selesai Bu Sinta segera berdiri dan merapihkan pakaiannya. Dia hendak beranjak ketika tiba-tiba teringat sesuatu.
“Oh
Ibu lupa..” terhenti sejenak ucapannya.
Vin berpikir keras.. kurang apa lagi..? Jujur dia mulai tidak tahan mengatasi nafsunya tiap kali ditinggal begitu saja, ingin sekali dia meraih pinggang sexy itu tiap kali hendak keluar dari pintu.
Lanjutnya, “Hmm.. Inah pulang kampung pagi tadi..” dengan wajah agak masam Bu Sinta segera mengurungkan langkahnya.
“Rasanya tidak adil kalau hanya Ibu yang dapat. Sementara kamu tertinggal begitu saja karena tidak ada Inah..”
Vin hampir keceplosan bahwa selama ini dia tidak pernah melanjutkan dengan Inah. Tapi mulutnya segera dikuncinya kuat-kuat. Dia merasa Bu Sinta akan memberinya sesuatu. Ternyata benar.. Perempuan itu segera menyuruhnya berdiri.
Vin berpikir keras.. kurang apa lagi..? Jujur dia mulai tidak tahan mengatasi nafsunya tiap kali ditinggal begitu saja, ingin sekali dia meraih pinggang sexy itu tiap kali hendak keluar dari pintu.
Lanjutnya, “Hmm.. Inah pulang kampung pagi tadi..” dengan wajah agak masam Bu Sinta segera mengurungkan langkahnya.
“Rasanya tidak adil kalau hanya Ibu yang dapat. Sementara kamu tertinggal begitu saja karena tidak ada Inah..”
Vin hampir keceplosan bahwa selama ini dia tidak pernah melanjutkan dengan Inah. Tapi mulutnya segera dikuncinya kuat-kuat. Dia merasa Bu Sinta akan memberinya sesuatu. Ternyata benar.. Perempuan itu segera menyuruhnya berdiri.
“Terpaksa
Ibu melayani kamu malam ini. Tapi ingat.., jangan sentuh apapun. Kamu hanya
boleh melakukannya sesuai dengan yang Ibu lakukan kepadamu..”
Kemudian Bu Sinta segera duduk di tepi ranjang. Dirainya bantal untuk ganjal kepalanya. Sejuruskemudian dia membuka pahanya. Matanya segera menatap Vin dan memberinya isyarat.
“..” Vin tergagap. Tak mengira akan diberi kesempatan seperti itu.
Dalam cahaya kamar yang minim itu dadanya berdesir hebat melihat sepasang paha mulus telentang. Di sebelah atas sana nampak dua bukit membuncah di balik BH warna krem yang muncul sedikit di leher daster. Dengan pelan dia mendekat. Kemudian dengan agak ragu selangkangannya diarahkan ke tengah diantara dua belah paha mulus itu. Nampak Bu Sinta memalingkan wajah ke samping jauh.. sejauh-jauhnya.
Kemudian Bu Sinta segera duduk di tepi ranjang. Dirainya bantal untuk ganjal kepalanya. Sejuruskemudian dia membuka pahanya. Matanya segera menatap Vin dan memberinya isyarat.
“..” Vin tergagap. Tak mengira akan diberi kesempatan seperti itu.
Dalam cahaya kamar yang minim itu dadanya berdesir hebat melihat sepasang paha mulus telentang. Di sebelah atas sana nampak dua bukit membuncah di balik BH warna krem yang muncul sedikit di leher daster. Dengan pelan dia mendekat. Kemudian dengan agak ragu selangkangannya diarahkan ke tengah diantara dua belah paha mulus itu. Nampak Bu Sinta memalingkan wajah ke samping jauh.. sejauh-jauhnya.
“Degh..
degh..” Vin agak kesulitan memasukkan alatnya.
Karena selama ini dia memang pasif. Sehingga tidak ada pengalaman memasukkan sama sekali. Tapi dia merasakan nikmat yang luar biasa ketika kepala penisnya menyentuh daging lunak dan bergesekan dengan rambut kemaluan Bu Sinta yang tebal itu. Hhh..! Nikmat sekali. Bu Sinta menggigit bibir. Ingin rasanya menendang bocah kurang ajar ini. Tapi dia segera menyadari ini semua dia yang memulai. Badannya menggelinjang menahan geli ketika dengan agak paksa namun tetap pelan Vin berhasil memasukkan penisnya (yang memang keras dan lumayan itu) ke peralatan rahasianya.
Karena selama ini dia memang pasif. Sehingga tidak ada pengalaman memasukkan sama sekali. Tapi dia merasakan nikmat yang luar biasa ketika kepala penisnya menyentuh daging lunak dan bergesekan dengan rambut kemaluan Bu Sinta yang tebal itu. Hhh..! Nikmat sekali. Bu Sinta menggigit bibir. Ingin rasanya menendang bocah kurang ajar ini. Tapi dia segera menyadari ini semua dia yang memulai. Badannya menggelinjang menahan geli ketika dengan agak paksa namun tetap pelan Vin berhasil memasukkan penisnya (yang memang keras dan lumayan itu) ke peralatan rahasianya.
Beberapa
saat kemudian Vin secara naluriah mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur.
“Clep.. clep.. clep..!” bunyi penisnya beradu dengan vagina Bu Sinta yang basah belum dicuci setelah persetubuhan pertama tadi.
“Plak.. plak.. plakk..,” kadang Vin terlalu kuat menekan sehingga pahanya beradu dengan paha putih mulus itu.
“Ohh.. enak sekali..” pikir Vin.
Dia merasakan kenikmatan yang lebih lagi dengan posisi dia yang aktif ini.
“Ehh.. shh.. okh..,” Vin benar-benar tak kuasa lagi menutupi rasa nikmatnya.
“Clep.. clep.. clep..!” bunyi penisnya beradu dengan vagina Bu Sinta yang basah belum dicuci setelah persetubuhan pertama tadi.
“Plak.. plak.. plakk..,” kadang Vin terlalu kuat menekan sehingga pahanya beradu dengan paha putih mulus itu.
“Ohh.. enak sekali..” pikir Vin.
Dia merasakan kenikmatan yang lebih lagi dengan posisi dia yang aktif ini.
“Ehh.. shh.. okh..,” Vin benar-benar tak kuasa lagi menutupi rasa nikmatnya.
Hampir
beberapa menit lamanya keadaan berlangsung seperti itu. Sementara Vin selintas
melirik betapa wajah Bu Sinta mulai memerah. Matanya terpejam dan dia melengos
ke kiri, kadang ke kanan.
“Hkkhh..” Bu Sinta berusaha menahan nafas.
Mulanya dia berfikir pelayanannya hanya akan sebentar karena dia tahu anak ini pasti sudah diujung “konak”-nya.
Tapi ternyata, “Huoohh..,” Bu Sinta merasakan otot-otot kewanitaannya tegang lagi menerima gesekan-gesekan kasar dari Vin.
Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terbangkitkan nafsunya.
“Hkkhh..” Bu Sinta berusaha menahan nafas.
Mulanya dia berfikir pelayanannya hanya akan sebentar karena dia tahu anak ini pasti sudah diujung “konak”-nya.
Tapi ternyata, “Huoohh..,” Bu Sinta merasakan otot-otot kewanitaannya tegang lagi menerima gesekan-gesekan kasar dari Vin.
Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terbangkitkan nafsunya.
Vin
terus bergoyang, berputar, menyeruduk, menekan dan mendorong sekuat tenaga. Dia
benar-benar sudah lupa siapa wanita yang dihadapannya ini. yang terfikir adalah
keinginan untuk cepat mengeluarkan sesuatu yang terasa deras mengalir
dipembuluh darahnya dan ingin segeradikeluarkannya ..!!”Ehh..” Bu Sinta tak
mampu lagi membendung nafsunya.
Daster yang tadinya dipegangi agar tubuhnya tidak banyak tersingkap itu terlepas dari tangannya, sehingga kini tersingkap jauh sampai ke atas pinggang. Melihat pemandangan ini Vin semakin terangsang. Dia menunduk mengamati alatnya yang serba hitam, kontras dengan tubuh putih mulus di depannya yang mulai menggeliat-geliat, sehingga menyebabkan batang kemaluannya semakin teremas-remas.
Daster yang tadinya dipegangi agar tubuhnya tidak banyak tersingkap itu terlepas dari tangannya, sehingga kini tersingkap jauh sampai ke atas pinggang. Melihat pemandangan ini Vin semakin terangsang. Dia menunduk mengamati alatnya yang serba hitam, kontras dengan tubuh putih mulus di depannya yang mulai menggeliat-geliat, sehingga menyebabkan batang kemaluannya semakin teremas-remas.
“Ohh..
aduh.. Bu..,” Vin mengerang pelan penuh kenikmatan.
Yang jelas Bu Sinta tak akan mendengarnya karena beliau sendiri tengah berjuang melawan rangsangan yang semakin dekat ke puncaknya.
“Okh.. hekkhh..” Bu Sinta menegang, sekuat tenaga dia menahan diri, tapi sodokan itubenar-benar kuat dan tahan.
Diam-diam dia kagum dengan stamina anak ini.
Yang jelas Bu Sinta tak akan mendengarnya karena beliau sendiri tengah berjuang melawan rangsangan yang semakin dekat ke puncaknya.
“Okh.. hekkhh..” Bu Sinta menegang, sekuat tenaga dia menahan diri, tapi sodokan itubenar-benar kuat dan tahan.
Diam-diam dia kagum dengan stamina anak ini.
Akhirnya
karena sudah tidak mampu lagi menahan, Bu Sinta segera mengapitkan kedua
pahanya, tanganya meraih sprei, meremasnya, dan.., “Aaakkhh..!” dia mengerang
nikmat. Orgasmenya yang kedua dari si Vin malam ini. Sementara si Vin pun sudah
tak tahan lagi. Saat paha mulus itu menjepit pinggangnya dan kemudian pantat
wanita itu diangkat, penisnya benar-benar seperti dipelintir hingga, “Cruuth..!
crut.. crut..!” memancar suatu cairan kental dari sana. Vin merasakan nikmat
yang luar biasa. Seperti kencing namun terasa enak campur gatal-gatal
gimana.”Ohk.. ehh.. hh,” Vin terkulai. Tubuhnya bergetar dan dia segera mundur
dan mencabut penisnya kemudian terhenyak duduk di kursi sebelah meja di
kamarnya. Wajahnya menengadah sementara secara alamiah tangannya terus
meremas-remas penisnya, menghabiskan sisa cairan yang ada disana. Ooohh.. enak
sekali..
Di
ranjang Bu Sinta telentang lemas. Benar-benar nikmat persetubuhan yang kedua
ini. Beberapa saat dia terkulai seakan tak sadar dengan keadaannya. Bongkahan
pantatnya yang mengkal dan mulus itu ter-expose dengan bebas. Rasanya batang
kenyal nan keras itu masih menyumpal celah vaginanya. Memberinya sengatan dan
sodokan-sodokan yang nikmat. Vin menatap tubuh indah itu dengan penuh rasa tak
percaya. Barusan dia menyetubuhinya, sampai dia juga mendapatkan kepuasan.
Benarkah..?
Sementara
itu setelah sadar, Bu Sinta segera bangkit. Dia membenahi pakaiannya. Terlintas
sesuatu yang agak aneh dengan anak ini. Tadi dia merasa betapa panas pancaran
sperma yang disemburkannya. Seperti air mani laki-laki yang baru pernah
bersetubuh.
“Berapa
jam biasanya kamu melakukan ini dengan Inah, Vin..?” tanya Bu Sinta menyelidik.
Vin terdiam. Apakah beliau tidak akan marah kalau dia berterus terang..?
“Kenapa diam..?”
Vin menghela nafas, “Maaf Bu.. belum pernah.”
“Hah..!? Jadi selama ini kamu..?”
“Iya Bu. Saya hanya diam saja setelah Ibu pergi.”
“Oo..,” Bu Sinta melongo.
Sungguh tidak diduga sama sekali kalau itu yang selama ini terjadi. Alangkah tersiksanya selama ini kalau begitu. Aku ternyata egois juga. Tapi..?, masa aku harus melayaninya. Apapun dia kan hanya pembantu. Dia hanya butuh batang muda-nya saja untuk memenuhi hasrat sex-nya yang menggebu-gebu terus itu. Selama ini bahkan suami dan pacar-pacarnya dulu tak pernah mengetahuinya. Ini rahasia yang tersimpan rapat.
Vin terdiam. Apakah beliau tidak akan marah kalau dia berterus terang..?
“Kenapa diam..?”
Vin menghela nafas, “Maaf Bu.. belum pernah.”
“Hah..!? Jadi selama ini kamu..?”
“Iya Bu. Saya hanya diam saja setelah Ibu pergi.”
“Oo..,” Bu Sinta melongo.
Sungguh tidak diduga sama sekali kalau itu yang selama ini terjadi. Alangkah tersiksanya selama ini kalau begitu. Aku ternyata egois juga. Tapi..?, masa aku harus melayaninya. Apapun dia kan hanya pembantu. Dia hanya butuh batang muda-nya saja untuk memenuhi hasrat sex-nya yang menggebu-gebu terus itu. Selama ini bahkan suami dan pacar-pacarnya dulu tak pernah mengetahuinya. Ini rahasia yang tersimpan rapat.
“Hmm..
baiklah. Ibu minta kamu jangan ceritakan ke siapapun. Sebenarnya Ibu sudah
bicara sama Inah mengenai masalah ini. Tapi rupanya kalian tidak nyambung. Ya
sudah.. yang penting sekali lagi, pegang rahasia ini erat-erat.. mengerti..?”
kembali suaranya berwibawa dan bikin segan.
“Mengerti Bu..,” Vin menjawab penuh rasa rikuh.
Akhirnya Bu Sinta keluar kamar dan Vin segera melemparkan badannya ke kasur. Penat, lelah, namunnikmat dan terasa legaa.. sekali.
“Mengerti Bu..,” Vin menjawab penuh rasa rikuh.
Akhirnya Bu Sinta keluar kamar dan Vin segera melemparkan badannya ke kasur. Penat, lelah, namunnikmat dan terasa legaa.. sekali.
Post a Comment