Kutemukan Gadis Tepat Untuk Membantu Nafsu HyperSeks Ku
Kutemukan Gadis Tepat Untuk Membantu Nafsu HyperSeks Ku |
Kujambak rambut Yuni hingga menjadi awut-awutan. Dan Yuni
sendiri semakin kesetanan. Jari-jarinya berusaha menembus lubang vaginaku. Aku
merasakan kegatalan sekaligus kenikmatan yang dahsyat. Bibir lubang vaginaku
mengencang.., ingin ditembus tetapi malah merapatkan pintunya. Sungguh suatu
ironi yang sangat.
Kutemukan Gadis Tepat Untuk Membantu Nafsu HyperSeks Ku
Pada gilirannya dilepasnya kuluman di dadaku. Tangannya
membuka lepas celana dalamku. Yuni langsung menyorongkan mukanya ke pahaku. Ke
selangkanganku. Wajahnya mengendus seluruh permukaan kemaluanku. Hidungnya
menyergap aroma yang keluar dai kemaluanku. Dan lidahnya dengan segera
menemukan lubang vaginaku. Langsung menjilatinya.
Aku sendiri menjadi mabuk penuh kenikmatan. Aku mengerang
dan terus menggeliat. Kali ini aku menginginkan bibir Yuni, lidah Yuni, mulut
Yuni seluruhnya menelan kemaluanku. Aku angkat-angkat pantatku agar Yuni dapat
dengan cepat melahap semuanya. Aku ingin Yuni cepat-cepat menghilangkan
kegatalan yang menerpaku.
Aku dapat merasakan daerah vaginaku telah membasah. Cairan
birahiku mengalir dengan deras sekali. Kudengar bibir Yuni yang menjadi sibuk
menyedot cairan itu. Kedengaran seperti anak-anak minum es krim dari tempatnya,
menjilat-jilat, menyedot dan melahap hingga cangkir-cangkirnya ikut termakan.
Aku merasakan Yuni sedang ‘memakan’ kemaluanku.
‘Yunii.., aku tidak tahann.., oohh.., gatal sekallii..
Yunii..’.
Kudengar nafas Yuni makin memburu. Hh.., hh, hh, hh, hh,
hh.. Tangannya meliar. Dia melepas sendiri pakaiannya, dia renggut kancing
celana dan menarik resluitingnya dan dengan serta-merta dilemparkannya ke
lantai celana jeansnya. Kemudian dia rengkuh kaki kananku, ditarik dan
ditungganginya. Dijepitnya kakiku di selangkangannya, diarahkannya jari kakiku.
Diarahkannya jari-jari kakiku ke lubang vaginanya, dia desak-desakkan ke lubang
vaginanya. Dia merintih, mengaduh, oohh.., hh.., hh..
Saat akhirnya lubang itu melahap ujung-ujung jari kakiku
Yuni, mulai melakukan gerak memompa. Dijadikannya jari-jari kakiku sebagai
pengganti penis lelaki. Pantatnya naik turun menarik dan mendorong kemaluannya
melahap jari-jari kakiku. Baru kali ini aku melihat perempuan sedemikian
kehausan. Yuni tidak lagi mempedulikan penampilannya. Dia tidak lagi merasa
perlu menjaga penilaian orang lain terhadap dirinya.
Yuni sedang dipacu oleh nafsu birahinya yang bergolak-golak
seperti kawah gunung berapi yang hendak memuntahkan laharnya. Pantatnya yang
semakin indah di mataku itu terus naik turun bak alun samudra.., terkadang dipercepat
terkadang melambat mengikuti alir birahinya yang datangnya juga
bergelombang-gelombang..
Hingga.. akhirnya dengan teriakan bak lolong serigala
betina, ‘Mbak Marinii.. ma’afin akkuu.., oohh.., oohh.., oohh.. Maarriinii..’.
Yuni meraih puncak kepuasan birahinya. Orgasmenya. Sesudah
itu ia langsung rebah ke lantai. Kulihat keringatnya membasahi seluruh
tubuhnya, blusnya, rambutnya, pada tubuhku, bahkan pada karpetku. Aku
sedemikian terpana oleh birahi yang baru saja menyerangnya.
Aku menyaksikan kepuasan tak terhingga pada Yuni. Kubiarkan
dia. Nafasnya tersengal-sengal. Pelan-pelan aku bangkit menuju dapur, pasti
akan nikmat jika dalam panas Jakarta serta panasnya permainan birahi Yuni yang
melelahkan ini disegarkan dengan segelas besar orange juice dingin dari lemari
esku.
Di depannya aku meminum beberapa teguk dari gelas itu.
Kemudian kuserahkan padanya. Yuni dengan penuh kehausan langsung menerima dan
meminumnya hingga tandas habis. Kembali senyumannya merebak yang selalu
diiringi dengan dekik lesung di pipinya.
‘Terima kasih, Mbak Mar, ohh.. thanks bangett.. untuk
segala-galanya.. untuk.., nih.., nih.., nih.., nih.., nih.., nih..’, sekali
lagi senyumnya mengembang dengan disertai gaya humor segarnya dengan tangannya
menjamah bibir, leher, dada, paha, jari-jari kaki, jari-jari tangan dan
vaginaku dengan kata-kata “nih.., nih.., nih..” itu.
Dan reaksiku sungguh tak kuduga sendiri, rasa
ketersanjunganku, rasa kenikmatan yang kuterima darinya serta berbagai macam
rasa yang tak mampu kuungkapkan mendorongku untuk kembali memeluk Yuni. Kupeluk
Yuni dan aku menciuminya. Yuni menyambut pelukan dan ciumanku. Kembali kami
saling melumat.
‘Mbak Marini belum orgasme yaa?? Mau yaa..?’, dia berbisik
ke telingaku.
‘He-eehh’, aku terlarut dan menjawab dalam gumam.
Yuni melepas pelukanku, tangannya meraih kedua bahuku dan
memandangku.
‘Mbak aku punya dildo. Persis deh mbak. Macam-macam
bentuknya. Ada yang mirip punya orang bule, ada china, ada negro, ada coklat,
putih. Nanti tinggal pilih saja. Mauu..?? OK, Mbak tunggu ya, biar aku ambil,
nanti kita pilih-pilih..’, aku tidak menjawab, malu.
Aku malu untuk berterus terang bahwa aku sangat ingin
melihat mainan ‘perempuan kesepian’ itu. Aku sendiri malu untuk mencoba-coba
beli. Pertama takut ketahuan suami dam kedua yaa.., malulah datang ke tempat
itu untuk membeli itu. Selama ini aku pecahkan saja dengan caraku yang aman dan
mudah, ketimun.
Sekitar 10 menit kemudian Yuni kembali dengan tas di tangan.
‘Nih Mbak, lihat saja. Pilih saja..’, aku keheranan saat dia
membuka tas itu.
Dia tumpahkan beberapa benda-benda berbentuk penis. Ada yang
biru, ada yang kuning, ada yang persis penis negro, hitam lengkap dengan
urat-uratnya seperti yang aku pernah tonton di VCD.
‘Suamiku senang membawakan ini semua untukku. Oleh-oleh, dia
bilang. Mungkin dia sangat tahu aku pasti kesepian sering ditinggalnya’.
Melihat kontol-kontol palsu berserakan di karpet rumahku,
aku geli juga. Tetapi saat aku membayangkan bagaimana benda-benda itu bisa
memberikan kenikmatan syahwatku, mukaku jadi memerah. Rasanya birahiku naik
lagi. Libidoku tergoda.
‘Yuni mau nggak bantu aku masak dulu. Nanti makan siang saja
di sini yaa??’, aku mengajak Yuni ke dapur.
‘Aku nggak tahan melihat dildo Yuni tadi. Aku ingin
ngerasain yang item gede tadi lhoo’, Yuni cekikikan mendengar aku berbisik
padanya.
‘Saya senang Mbak Mar udah mau ngomong gitu.., hi.., hi..,
hi..’.
‘Khan Yuni yang ngajarin..’, dengan wajah penuh gairah, kami
saling merangkul pinggang menuju dapur.
Kami masak tumis kangkung. Ada sepotong daging ham di
chiller lemari es-ku, Yuni memasak sambal goreng pedas ala Menado.
‘Biar Mbak Marini galak’, komentarnya.
Kami makan sepiring berdua. Saling menyuapi. Dia mengunyah
daging Menadonya kemudian mencaplok bibirku. Daging kunyahannya berpindah ke
mulutku. Demikian pula aku sebaliknya. Kami juga minum dari satu gelas.
Waktu makan itu kami jadikan waktu untuk terus pemanasan
untuk memenuhi kehausan seksual wanita-wanita yang sering ditinggal suaminya.
Mas Adit suamiku, walaupun tidak merantau tetapi waktuku bersamanya sangat
sedikit. Saat pulang larut dari kantornya, aku sudah demikian ngantuknya. Saat
bangun pagi, dia langsung terburu-buru mandi untuk kembali ke kantornya. Saat
hari-hari Minggu atau hari libur lainnya dia tinggalkan aku bermain golf dengan
relasi-relasinya.
Suamiku akhirnya menjadi pria yang sangat egois. Menjadi
suami yang hanya berpikir bahwa kebutuhan istrinya hanyalah harta, uang, harta,
uang dan seterusnya. Bahkan saat kami sedang melangsungkan senggama tidak
jarang terputus oleh HP-nya yang berdering, kemudian dia bangun bergegas
memenuhi undangan lah, panggilan proyek lah, rapat mendadak lah atau sejuta
alasan lainnya. Dan, bahkan pada saat benar-benar ada kesempatan yang longgar
sekalipun ternyata memang dia kurang mampu memberikan kepuasan seksual pada
istrinya. Hanya dalam waktu singkat, sebelum birahiku benar-benar hadir dan
naik, dia telah muncrat-muncrat. Kontolnya langsung lemas. Saat birahiku datang
merambati nafsu libidoku, Mas Adit sudah tidur ngorok di sampingku.
Sesaat setelah habis makan siang itu, bibirku dan bibir Yuni
langsung saling melumat. Tangan Yuni langsung merogoh blusku. Dipeluknya
tubuhku. Didorongnya aku bersandar ke dinding. Kali ini lumatan bibir Yuni
sungguh sangat nikmat. Lidahnya yang merasuki rongga mulutku meruyak, menjilati
lidahku dan disusul dengan bibirnya yang menyedot ludahku.
Tanganku juga terbawa aktif. Kupeluk tubuhnya, aroma parfum
Yuni yang pasti mahal harganya, merangsang hidungku dan mengkatrol nafsu
birahiku. Pelan-pelan aku menuntun pelukannya ke peraduan, ke ranjangku.
Kemudian kami bergulingan di ranjang empuk itu. Baru kali ini aku gunakan
ranjang pengantinku ini untuk berasyik masyuk bukan dengan suamiku atau dengan
lelaki, tetapi dengan Yuni yang sama-sama sebagai perempuan bersuami.
Aku dan Yuni saling melepas pakaian. Aku buka celana
jeansnya, dia buka rokku, aku tarik T-shirtnya, dia buka blusku, aku tarik
celana dalamnya dia tarik pula celana dalamku. Begitu kami telah sama-sama
berbugil ria, Yuni langsung merangsek selangkanganku. Bibirnya mencari-cari
vaginaku. Dan aku sendiri juga ingin mencoba kemaluan Yuni.
Aku yang cukup berpengalaman selingkuh, mencuri kesempatan
bercumbu dengan lelaki lain yang bukan suamiku, tidak begitu sulit beradaptasi.
Kuraih paha Yuni yang ‘getas’ itu. Aku dekatkan wajahku ke arah selangkangannya
pula, kami ber-69. Yuni asyik mengenyot vaginaku dan sebaliknya aku menjilati
klitorisnya dan kemudian juga mengenyot kemaluannya. Aroma selangkangan Yuni
yang penuh wewangian sangat berbeda dengan aroma lelaki yang menebarkan aroma
alami. Daya rangsang aroma Yuni secara lembut dan halus meruntuhkan
kesadaranku. Pelan tetapi pasti aku menenggelamkan diri dalam gairah birahi
yang hebat. Aku mulai menggosok-gosokkan kemaluanku dan menekankan pada bibir
Yuni, demikian pula Yuni padaku.
Kami saling melumat memek lawan cumbunya. Saat desakan hawa
nafsu kami tak lagi terbendung, Yuni berbisik, ‘Mbak Mar, kamu nungging yaa’,
yang langsung kupenuhi. Aku ingin tahu kenikmatan macam apa yang akan diberikan
oleh Yuni padaku. Kurasakan wajahnya dibenamkan ke pantatku. Lidahnya menjilat
tepi-tepi analku. Kemudian menusuk lubang anal itu. woowww.. Aku jadi ingat
akan seorang partner selingkuhku, yang juga melakukan cara seperti ini.
Aku mengerang penuh nikmat. Kuarahkan tanganku untuk
menjangkau kepala Yuni. Saat kudapat, kutekan kepala itu agar lebih dalam tenggelam
ke pantatku. Aku ingin lidah Yuni menusuk lebih dalam ke duburku. Tetapi hanya
sesaat.
Yuni kemudian bangkit meninggalkan analku. Tangannya ganti
meraih pinggulku. Kemudian kurasakan ada sesuatu yang mendorong-dorong bibir
vaginaku. Saat kulihat, kusaksikan dildo besar hitam mencuat dari sabuk kulit
yang di pakai di pinggang Yuni. Kontol palsu itu siap menembus memekku. Rupanya
dildo tiruan kontol negro itu sudah dioperasikan oleh Yuni. Hatiku tersenyum
geli. Selanjutnya aku pasrah..
Aku yakin Yuni tahu apa yang akan diperbuatnya. Dia meludah
pada dildo tersebut dan kembali menusukkan pada vaginaku. Aku membuka celah
kemaluanku. Sedemikian inginnya aku merasakan kontol sebesar itu memenuhi liang
surgaku. Sedikit demi sedikit Yuni melesakkan dildo itu ke dalam vaginaku. Dan
sedikit demi sedikit pula vaginaku menelannya. Rasa kegatalan dan nikmat yang
hebat langsung melanda kemaluanku. Aku berteriak dan merintih..
‘Sakit mbakk ..??’, Yuni menghentikan tusukkannya.
‘Enaakk Yunn, teruss.., enaakk.. Terusinn.. masukkin
semuanyaa..’.
Akhirnya seluruh panjang dildo yang tidak kurang dari 20 cm
itu tertelan seluruhnya ke dalam kemaluanku. Ooohh.., rasanya tidak ada celah
yang tersisa.. Dinding kemaluanku mencengkeram seluruh batang dildo itu dengan
eratnya.., syaraf-syaraf peka dalam dinding itu berinteraksi.., batang dildo
itu dicengkramnya.
Yuni menarik sedikit dan kembali memasukkannyak .. dia
melakukannya berulang-ulang. Dia memompa seperti lelaki memompakan kontolnya
pada wanita. Aku dibuatnya kelimpungan. Nikmat yang tak terhingga menyergapku.
Aku mendesah, merintih, meracau..
Yuni yang rupanya tidak tahan mendengar racauanku, merunduk
untuk menciumi bokongku dan kemudian membenamkan kembali hidungnya ke analku.
Dia jilat analku, dia juga menyedoti lubangnya. Dan aku semakin menggila..
Semakin.., semakin, .. semakin..
Akhirnya kuraih orgasmeku.., aku tidak tahu lagi.., rasanya
aku berguling saat orgasme itu datang.., kenikmatan dahsyat yang menimpaku
membuatku lupa diri.., aku berteriak histeris, meracau histeris.. Caci maki dan
umpatan kata-kata kotor penuh birahi keluar dari mulutku.. Belakangan Yuni
mentertawakanku, dia bilang aku yang cantik, ayu dan lembut ini bisa juga
mengeluarkan kata-kata hina, seronok kasar dan kotor seperti itu.. Dia
membayangkan betapa kenikmatan telah melandaku hingga kata-kata yang sedemikian
kotor itu begitu saja meluncur dari mulut cantikku.., begitu katanya.
Itulah awal diriku mengenal dunia lesbian. Sejak itu aku dan
Yuni sering bercumbu. Saat suamiku berangkat kerja, tak jarang permainan
dilangsungkan di rumahku. Atau di rumahnya, yang rata-rata hari-harinya
dilewatkan sendirian.
Lama kelamaan aku semakin banyak melihat perempuan yang
cantik. Sesekali kami, aku dan Yuni sepakat untuk mencari partner yang ke-3.
Kami ingin bercumbu bertiga. Dengan siapaa yaa..?? Kapaann yaa..??
Post a Comment