Home
>
Cerita 18+
>
Cerita Dewasa
>
Cerita Hot
>
Cerita Lendir
>
Cerita Panas
>
Cerita Seks
>
Gairah Perawan Yang Sangat Luar Biasa
Gairah Perawan Yang Sangat Luar Biasa
Gairah Perawan Yang Sangat Luar Biasa |
BeritaUmum - Kenalkan, nama saya Boy,
teman-teman biasa memanggilku Mas Boy. Saya seorang pemuda berusia 25 tahun
dengan tinggi badan 170 cm dan berat 55 kg. Meski usia saya kini sudah
seperempat abad, namun pengetahuan saya dalam dunia percintaan masih sangat
minim dan belum punya banyak pengalaman yang layak dibanggakkan sebagaimana
layaknya anak muda jaman sekarang. Sekarang saya sedang bekerja pada sebuah
perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa.
Jarak kantor itu sekitar 5 km dari tempat tinggal saya. Kini
saya tinggal dengan Om saya. Om Rudy sehari-hari bekerja sebagai Kepala sekolah
di sebuah SMK Negeri yang cukup terkenal di kota kami, sementara tante saya
bekerja sebagai perawat di sebuah RS swasta. Kedua anaknya tinggal kost di kota
lain karena mereka tidak mau kuliah di kota kami. Sejak kedua anaknya kuliah
dan tinggal di kota lain, om dan tante saya hanya tinggal bertiga dengan
seorang pembantu.
Gairah Perawan Yang Sangat Luar Biasa
Sekitar
dua bulan kemudian Om Rudy mengajak saya agar saya tinggal bersama mereka,
dengan alasan daripada saya harus kost di luar, lebih baik saya tinggal di
rumah om saya saja karena di rumahnya ada kamar yang kosong, kata om Rudy
memberi alasan. Sebulan kemudian, tante Rini membawa keponakannya ke rumah.
Nama keponakan tante Rini adalah Susan, usianya 15 tahun, ia sudah duduk di
kelas dua SMKK Negeri. Susan adalah seorang gadis yang cantik, cerdas, rajin
dan baik hati pada semua orang. Suatu ketika, om Rudy dan tante Rini pergi
menghadiri acara perpisahan siswa kelas II di sekolah tempat om mengajar.
Ia
sempat mengajak saya, namun saya menolak dengan alasan saya agak lelah, lalu
tante Rini mengajak Susan, namun Susan juga menolak dengan alasan Susan lagi
ada tugas dari sekolah yang harus diselesaikan malam itu juga karena besok
tugas itu sudah harus dikumpulkan. Sebelum om dan tante meninggalkan rumah,
mereka tidak lupa berpesan agar kami berdua berhati-hati, karena sekarang
banyak maling yang pura-pura datang sebagai tamu, namun ternyata sang tamu
tiba-tiba merampok setelah melihat situasi yang memungkinkan. Setelah selesai
berpesan, om dan tante pun pergi sambil menyuruh saya menutup pintu.
Sejak
kepergian om dan tante, rumah jadi hening, kini hanya ada suara TV, namun
sengaja saya kecilkan volumenya karena Susan sedang belajar. Saya hanya duduk
di ruang depan menonton sebuah sinetron yang ditayangkan salah satu stasiun TV
swasta. Saya sempat menyaksikan adegan panas seorang lelaki paruh baya yang
sedang asyik berselingkuh dengan seorang gadis yang ternyata teman sekantornya
sendiri. Karena terlalu asyiknya saya nonton TV, sehinggak saya sangat kaget
ketika sebuah tangan menepuk pundak saya. Setelah saya lihat ternyata Susan, ia
tersenyum manis sambil menarik lenganku dengan manja menuju kamarnya. Saya jadi
deg-degan setelah melihat penampilannya, ternyata ia hanya mengenakan celana
pendek ketat warna coklat muda dengan kaos orangenya yang super ketat,
sehinggak lekuk-lekuk tubuhnya tampak begitu jelas.
Sejenak
saya terpana melihat tubuhnya yang nyaris sempurna. Saya amati pinggangnya
bagai gitar spanyol dengan paha yang kencang, mulus, dan bersih. Selain itu
juga tampak buah dadanya sangat menantang. Sepertinya ukuran BH-nya 34B.
Pemandangan itu sempat mengundang pikiran jahat saya. Bagaimana rasanya kalau
saya menikmati tubuhnya yang nyaris sempurna itu. Namun saya berusaha
menyingkirkan pikiran itu karena saya pikir bahwa dia adalah sepupu ipar saya,
tinggal serumah dengan saya dan saya pun menganggapnya sudah seperti adik
kandung saya sendiri.
“Ada
apa sih? Kok kamu mengajak saya masuk ke kamar kamu?” kataku agak bingung
sambil berusaha melepaskan tangan saya.
Sebenarnya
bukan karena saya menolak tetapi hanya karena grogi saja. Maklum saya belum
pernah masuk ke kamar Susan sebelumnya.
“Kak,
Susan mau minta tolong nih!” katanya sambil menatapku manja.
“Kakak mau nggak membantu saya menyelesaikan tugas ini, soalnya besok sudah harus dikumpul.” kata dia setengah merengek.
“Oh, maksudnya kamu mau minta tolong agar saya membantu kamu mengerjakan tugas itu? Okelah. Saya akan membantumu dengan senang hati, saya kan sudah berjanji untuk selalu menolongmu.” kataku mantap.
“Asyik, makasih ya kak.” kata Susan sambil menciumku.
“Kakak mau nggak membantu saya menyelesaikan tugas ini, soalnya besok sudah harus dikumpul.” kata dia setengah merengek.
“Oh, maksudnya kamu mau minta tolong agar saya membantu kamu mengerjakan tugas itu? Okelah. Saya akan membantumu dengan senang hati, saya kan sudah berjanji untuk selalu menolongmu.” kataku mantap.
“Asyik, makasih ya kak.” kata Susan sambil menciumku.
Kontan
saya merasa tersengat aliran listrik karena meskipun umur sudah 25 tahun, saya
belum pernah mendapat ciuman seperti itu dari seorang gadis, apalagi ciuman itu
datangnya dari gadis secantik Susan.
Saya
pun segera membantunya sambil sesekali mencuri padang padanya, namun sepertinya
ia tidak menyadari kalau saya memperhatikanya. Setelah kami mengerjakan tugas
itu sekitar 30 menit, tiba-tiba Susan berhenti mengerjakan tugas itu. Ia
mengeluh sambil memegangi keningnya.
“Kak,
Susan pusing nih, boleh nggak kakak pijitin kepala Susan?” katanya sambil
merapatkan badannya ke dada saya.
Sempat saya merasakan gesekan dari payudaranya yang cukup kencang namun terasa lembut.
“Emang kenapa kok Susan tiba-tiba pusing?” tanya saya agak heran.
“Ayo kak, tolong pijatin dong, kepala Susan pening!”
“Oke, dengan senang hati lagi.” kataku penuh antusias.
Sempat saya merasakan gesekan dari payudaranya yang cukup kencang namun terasa lembut.
“Emang kenapa kok Susan tiba-tiba pusing?” tanya saya agak heran.
“Ayo kak, tolong pijatin dong, kepala Susan pening!”
“Oke, dengan senang hati lagi.” kataku penuh antusias.
Saya
lalu mulai menekan-nekan keningnya dengan tangan kiri saya dan tangan kanan.
Saya menahan lehernya agar badannya tidak bergoyang. Sesekali saya juga
mengelus pundaknya yang putih bersih.
“Kak,
belakang leher Susan juga kak, soalnya leher Susan agak kaku nih.” katanya
sambil menuntun tangan saya pada lehernya. Setelah saya memijatnya sekitar lima
menit, ia lalu berdiri sambil menarik tangan saya.
“Kak, Susan baring di ranjang aja ya? Biar pijitnya gampang.”
“Terserah Susan ajalah.” kata saya sambil mengikutinya dari belakang.
“Kak, Susan baring di ranjang aja ya? Biar pijitnya gampang.”
“Terserah Susan ajalah.” kata saya sambil mengikutinya dari belakang.
Lagi-lagi
saya terkesima melihat pinggulnya yang sungguh aduhai. Ia lalu berbaring
telungkup di atas ranjang sambil menyuruh saya memijat leher dan punggungnya.
Sesekali saya melihat dia menggerakkan tubuhnya, entah karena sakit atau karena
geli. Saya tidak tahu pasti, yang jelas saya juga sangat senang memijat
punggungnya yang sangat seksi. Entah karena gerah atau bagaimana, tiba-tiba
saja ia bangun.
“Kak,
Susan buka baju saja ya? Sekalian pakai balsem biar cepat sembuh.”
“Mungkin Susan masuk angin.” katanya sambil melepaskan kaosnya, lalu kembali berbaring di depan saya.
“Mungkin Susan masuk angin.” katanya sambil melepaskan kaosnya, lalu kembali berbaring di depan saya.
Saya
terkesima melihat kulit tubuhnya yang kuning langsat. Dalam hati saya berpikir
alangkah bahagianya saya kalau kelak mempunyai istri secantik Susan. Saya terus
memijatnya dengan lembut. Sesekali saya memutar-mutar jari-jari saya di tepi
rusuknya. Setiap saya meraba sisi rusuknya, ia kontan menggerakkan pinggulnya
ke kiri dan ke kanan. Kadang juga pinggulnya ditarik. Maklum, ia belum terbiasa
disentuh laki-laki. Saya juga sudah mulai merasakan penis saya mulai
bergerak-gerak dan kini sudah semakin tegang. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya
menghadap ke arah saya.
“Kak,
Susan buka aja BH-nya ya kak? Soalnya gerah nih.” “Terserah Susan lah.” kata
saya.
Kini
kami saling berhadap-hadapan, ia berbaring menatap ke arah pandangan saya dan
saya berlutut di samping kanannya. Dia hanya tersenyum manja, saya pun membalas
senyumanya, nafas saya sudah mulai tidak menentu. Sepertinya nafas Susan juga
sudah mulai tidak terkendali, saya melihat bukitnya yang nampak berdiri kokoh
dengan pucuk warna merah jambu kini sudah mulai turun naik. Saya sempat grogi
dibuatnya, bagaimana tidak, selama ini saya belum pernah melihat pemandangan
seindah ini.
Di
depan saya kini tergeletak seorang gadis yang tubuhnya begitu memabukkan dengan
desahan nafas yang membuat batang kejantanan saya sudah berdenyut-denyut.
Seakan-akan penis saya mau lompat menerjang tubuh Susan yang terbaring
mengeliat-geliat, sungguh darah muda saya mulai berdesir kencang. Kini saya
mulai merasakan detak jantung saya sudah tidak beraturan lagi.
“Kenapa
kak?” katanya sambil tersenyum manja.
“Nggak, nggak papa kok.” kata saya agak grogi.
“Sudahlah, ayo Kak pijatnya yang agak keras dikit.”
“Iya, iya” jawab saya.
“Nggak, nggak papa kok.” kata saya agak grogi.
“Sudahlah, ayo Kak pijatnya yang agak keras dikit.”
“Iya, iya” jawab saya.
Saya
lalu mulai mengelus-elus perutnya yang putih bersih itu, tanpa sengaja saya
menyenggol gundukan di dadanya.
“Ahh..”
katanya sambil menggeliatkan tubuhnya. Saya dengan cepat memindahkan tangan,
tetapi ia kembali menariknya
“Tidak apa-apa kak, terusin saja.” katanya.
“Tidak apa-apa kak, terusin saja.” katanya.
Wah,
benar-benar malam ini adalah malam yang sangat menyenangkan bagi saya karena
tidak pernah terlintas di dalam pikiran saya akan mendapat kesempatan seperti
ini. Kesempatan untuk mengelus-elus tubuh Susan yang sangat merangsang.
“Saya
tidak boleh melewatkan kesempatan sebaik ini,” kata saya dalam hati.
Kini
Susan semakin merasakan sentuhan jari-jari saya, saya melihat dari desahan
nafasnya dan dari tubuhnya yang sudah mulai hangat. Entah setan apa yang
membuat Susan lupa diri, dia tiba-tiba menarik wajah saya, lalu mengusapnya
dengan jari-jarinya yang lembut dan mulai mencium dan menggigit bibir saya.
Saya hanya pasrah dan terus terang saya juga sebenarnya sangat menginginkanya,
namun selama ini saya pendam saja karena saya menghargainya dan menganggapnya
sebagai adik sendiri.
Tetapi
saat ini pikiran itu telah sirna dari kepala saya yang dialiri oleh gelora
darah muda saya yang menggelora. Ia terus mencium saya dan kini ia melepaskan
kaos yang saya pakai lalu membuangnya di samping ranjang.
“Susan,
ada apa ini?” tanya saya setengah tidak percaya dengan apa yang sedang ia
lakukan.
Tetapi
ia tidak memperdulikan kata-kata saya lagi. Melihat gelagat Susan yang sudah di
luar batas kendali itu, saya pun tidak mau tinggal diam. Saya mulai membalas
ciumannya, melumat bibirnya dan menghisap lehernya yang putih bersih. Saya
merasakan penis saya semakin keras dan berdenyut-denyut. Susan terus mencium
bibir saya dengan nafas tersengal-sengal. Saya pun tidak mau kalah, saya mulai
meremas-remas payudaranya yang masih kencang dan menantang. Kini saya mulai
mengisap pucuknya.
“Achh..”
ia menggeliat.
Saya
melihat Susan semakin menikmati perbuatannya. Sesekali ia menggerakkan
pinggulnya ke kiri dan ke kanan sambil mendesah nikmat. Susan melihat penis
sudah mendongkrak celana pendek saya, ia lalu menyelipkan tangannya ke dalam CD
saya dan ia kini sudah menggenggam penis saya yang berdiri tegak dengan
otot-otot yang berwarna kebiruan. Ia lalu menarik celana pendek dan CD saya dan
kemudian melemparkannya ke lantai. Ia kembali menangkap penis saya dan
mengocoknya dengan jari-jarinya yang lembut.
“Aachh..
achh..” benar-benar nikmat rasanya. Saya merasakan penis saya semakin tegang
dan semakin panjang. Ia terus mempermainkan milik saya yang sudah
berdenyut-denyut dan mulai mengeluarkan cairan bening.
Saya
pun tidak mau ketinggalan. Saya lalu menyelipkan jari-jari saya ke
selangkangannya. Saya merasakan lubang kemaluannya sudah hangat dan sudah
sangat basah dengan cairan warna bening mengkilat. Rupanya ia sudah benar-benar
sangat terangsang dengan permainan kami. Dengan nafas yang tersengal-sengal,
saya lalu melorotkan celana Susan lalu meremas-remas pahanya yang putih mulus
dan masih kencang.
Saya
tidak sanggup lagi menahan nafsu saya yang sudah naik ke ubun-ubun saya. Dengan
sekali tarik, saya berhasil melepaskan CD-nya Susan. Kini ia benar-benar bugil.
Saya sejenak terpana menyaksikan tubuhnya yang kini tanpa sehelai benang,
dengan kulit kuning langsat, halus, bersih dan bentuk badan yang sangat seksi
sungguh nyaris sempurna. Saya benar-benar tidak tahan melihat vaginanya yang
ditumbuhi rambut tipis dan halus dengan bentuknya yang mungil berwarna coklat
agak kemerah-merahan.
Kembali
penis saya berdenyut-denyut, seakan meronta-ronta ingin menerjang lubang nikmat
Susan yang masih terkatup rapat. Saya sangat gemas melihat liang kemaluannya
dan kini saya mulai mengusap-usap bibirnya dan meremas klitorisnya. Lubang
nikmat Susan sudah sangat basah. Saya melihat Susan semakin terlelap dalam
nafsunya. Ia hanya mengerang nikmat.
“Achh..
achh.. ohh.. ohh..” Saya terus menjilat klitorisnya. Ia hanya mendesah,
“Achh.. achh..” sambil menarik-narik pinggulnya.
“Kak, ayo masukin kak!” sambil menarik penis saya menuju bibir kemaluannya.
“Oke sayang,” lalu saya membuka kakinya.
“Achh.. achh..” sambil menarik-narik pinggulnya.
“Kak, ayo masukin kak!” sambil menarik penis saya menuju bibir kemaluannya.
“Oke sayang,” lalu saya membuka kakinya.
Kemudian
saya melipat kakinya dan menyuruhnya supaya ia membuka pahanya agak lebar. Saya
lalu menarik pantat saya dan merapatkan pada selangkangannya. Ia dengan cekatan
meraih batang kemaluan saya lalu menempelkannya di bibir kemaluannya yang masih
sangat rapat namun sudah basah dengan cairan lendirnya.
“Pelan-pelan
ya kak, Susan belum biasa.”
“Iya sayang,” kata saya sambil mengecup bibirnya yang merekah basah. Saya kemudian mendorongnya pelan-pelan.
“Achh.. sakit kak.”
“Tahan sayang.”
“Iya sayang,” kata saya sambil mengecup bibirnya yang merekah basah. Saya kemudian mendorongnya pelan-pelan.
“Achh.. sakit kak.”
“Tahan sayang.”
Saya
lalu kembali mendorongnya pelan-pelan dan kini batang saya sudah bisa masuk
setengahnya. Susan hanya menggeliat dan menggigit bibirnya. Saya terus
mendorongnya sambil memeluk tubuhnya. Sesekali saya menyentaknya agak keras.
“Achhkk..
sakit kak, pelan-pelan donk!” memang vaginanya masih sangat rapat, maklum ia
masih perawan.
“Tahan ya sayang,” saya mencoba menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.
“Akk..” Susan meringis keras. Ia memukul dada saya dengan keras sambil menarik pantatnya.
“Sakit kak, sakitt..”
“Tahan ya sayang,” saya mencoba menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.
“Akk..” Susan meringis keras. Ia memukul dada saya dengan keras sambil menarik pantatnya.
“Sakit kak, sakitt..”
Saya
merasakan batang kejantanan saya menembus sesuatu yang kenyal dalam lubang
kenikmatan Susan. Rupanya batang saya telah berhasil menembus selaput daranya.
Dari liang sorga Susan tampak mengalir darah segar.
Saya
terus menggoyang-goyangkan pinggul maju mundur sambil menciumi bibirnya dan
meremas-remas gunungnya yang sangat menantang itu. Sesekali saya melihat dia
merapatkan kedua pahanya sambil mengigit bibirnya. Benar-benar milik Susan
sungguh nikmat, saya merasakan vaginanya semakin basah dan licin, namun tetap
saya merasakan kejantanan saya terjepit dan kadang seperti dihisap oleh
vaginanya Susan. Kini saya merasakan batang kemaluan saya sudah
berdenyut-denyut sepertinya ingin memuntahkan sesuatu, namun saya tetap
menahannya dengan mengurangi irama permainan saya.
“Terus
kak, terus..” ia menggeliat.
Saya
melihat kedua kakinya mengejang. Gerakan saya kembali saya pacu, membuat
payudaranya agak bergoyang dan sepertinya semakin membesar berwarna
kemerah-merahan.
“Achh..
achh.. Kak cepat kak, cepat kak.” sambil menggeliat.
Ia
merapatkan pahanya. Dia mulai menggerak-gerakkan tangannya mencari pegangan.
Akhirnya ia memelukku dengan erat dan mengangkat kedua kakinya. Sambil
menggigit bibirnya, ia memejamkan matanya. Saya merasakan kalau kini badannya
sudah kaku dan hangat. Akhirnya Susan memelukku erat-erat dan mengangkat
pantatnya sambil berteriak.
“Achhkk..”
Saya merasakan badannya bergetar dan sepertinya ada sesuatu yang hangat
menyentuh batang kejantanan saya, rupanya Susan sudah orgasme.
Saya
semakin tidak kuat menahan denyutan dari buah kejantanan saya, akibat
kenikmatan yang diberikan Susan sangat luar biasa, batang saya semakin
berdenyut-denyut dan kini saya benar-benar tidak sanggup lagi menahannya. Lalu
saya mempercepat gerakan saya dan mendorong penis saya lebih dalam lagi sambil
menarik tubuh Susan dengan erat ke dalam pelukan saya.
Saya
merasakan kenikmatan yang sangat dahsyat itu. Kini semuanya mengaliri dan
menggetarkan seluruh tubuh saya mulai dari ubun-ubun sampai ujung kaki saya.
Akhirnya,
“Srett.. srett.. srett..” Kejantanan saya mengeluarkan cairan hangat dalam
lubang kemaluan Susan.
Saya
sempat bingung dan takut karena telah menikmati tubuh Susan secara tidak sah.
Namun rasa nikmat itu lebih dahsyat sehingga pikiran itu segera sirna. Saya
hanya tersenyum lalu mengecup bibir Susan dan mengucapkan terima kasih pada Susan.
Tampak tubuh Susan basah dengan keringatnya tetapi terlihat wajahnya
berseri-seri karena puas. Susan hanya merapatkan kedua tangannya ke sisi
tubuhnya. Ketika saya mencabut batang kejantanan saya dari vaginanya ia hanya
tersenyum saja. Astaga, saya melihat di sprey Susan terdapat bercak darah.
Tetapi segera Susan bangun dan menenangkan saya.
“Tenang
mas, nanti saya cuci, tak akan ada yang mengetahuinya.”
katanya
sambil meletakkan jarinya di kedua bibir saya. Kami berdua lalu menuju ke kamar
mandi. Di situ kami masih sempat melakukannya sekali lagi, lalu akhirnya kami
kembali mandi dan kembali ke kamarnya Susan. Setelah saya mengambil baju dan
celana, saya pun menuju ruang tamu. Tidak lama kemudian keluarlah Susan dari
kamarnya lalu mengajak saya makan malam berdua. Katanya, ia sengaja duluan
makan karena tidak ingin bertemu dengan om dan tante malam ini. Mungkin Susan
malu dan takut kalau perbuatan kami ketahuan. Setelah makan, ia kembali ke
kamarnya. Entah ia tidur atau belajar, saya tidak tahu pasti.
Tidak
lama kemudian, om dan tante datang. Mereka menceritakan keadaan pesta itu yang
katanya cukup ramai dibanding tahun lalu karena tahun ini siswanya lulus 100
persen dengan nilai tertinggi di kota kami. Om menanyakan Susan, tetapi saya
katakan mungkin ia sudah tidur sebab tadi setelah makan ia sempat mengatakan
kepada saya bahwa ia agak lelah. Om hanya mengangguk lalu menuju kamarnya,
katanya ia juga sudah makan dan kini ia pun ingin istirahat.
Saya
tersenyum puas dan kembali menonton sebentar, lalu masuk kamar saya. Di dalam
kamar, saya tidak bisa tidur membayangkan kejadian yang baru saja terjadi
beberapa jam yang lalu. Malam ini saya sangat senang karena telah merasakan
sesuatu yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya dan pengalaman yang sangat
manis ini tentu tidak akan pernah saya lupakan sepanjang hidup saya.
Post a Comment