Home
>
Cerita Dewasa
>
Cerita Hot
>
Cerita Panas
>
Cerita Seks
>
Anak Jurangan Yang Kugarap Dengan Penuh Nafsu
Anak Jurangan Yang Kugarap Dengan Penuh Nafsu
Anak Jurangan Yang Kugarap Dengan Penuh Nafsu |
DominoQQ - ini terjadi ketika aku
masih usia 14 tahun. Aku yang baru saja lulus SD bingung mau kemana,
melanjutkan sekolah nggak mungkin sebab Bapakku sudah satu tahun yang lalu
meninggal. Sedangkan Ibuku hanya penjual nasi bungkus di kampus dan kedua
kakakku pergi entah bagaimana kabarnya. Sebab sejak pamitan mau merantau ke
Pulau Bali nggak pernah ada kabar bahkan sampai Bapak meninggalpun juga nggak
tahu. Adik perempuanku yang masih kelas dua SD juga membutuhkan biaya.
Akhirnya aku hanya bisa main-main saja sebab meski aku anak
laki-laki satu-satunya aku mau kerja masih belum kuat dan takut untuk pergi
merantau tanpa ada yang mengajak. Suatu ketika ada saudara Bapakku yang datang
dengan seorang tamu laki-laki. Kata pamanku dia membutuhkan orang yang mau
menjaga rumahnya dan merawat taman. Setelah aku berpikir panjang aku akhirnya
mau dengan mempertimbangkan keadaan Ibuku.
Anak Jurangan Yang Kugarap Dengan Penuh Nafsu
Berangkatlah
aku ke kota Jember tepatnya di perumahan daerah kampus. Aku terkagum-kagum
dengan rumah juragan baruku ini, disamping rumahnya besar halamannya juga luas.
Juraganku sebut saja namanya Pak Beni, Ia Jajaran direksi Bank ternama di kota
Jember, Ia mempunya dua Anak Perempuan yang satu baru saja berkeluarga dan yang
bungsu kelas 3 SMA namanya Catherine, usianya kira-kira 18 tahun. Sedangkan
istrinya membuka usaha sebuah toko busana yang juga terbilang sukses di kota
tersebut, dan masih ada satu pembantu perempuan Pak Beni namanya Bik Miatun
usianya kira-kira 27 tahun.
Teman
Catherine banyak sekali setiap malam minggu selalu datang kerumah kadang pulang
sampai larut malam, hingga aku tak bisa tidur sebab harus nunggu teman Non Catherine
pulang untuk mengunci gerbang, kadang juga bergadang sampai pukul 04.00.
Mungkin kacapekan atau memang ngantuk usai bergadang malam minggu, yang jelas
pagi itu kamar Non Catherine masih terkunci dari dalam. Aku nggak peduli sebab
bagiku bukan tugasku untuk membuka kamar Non Catherine, aku hanya ditugasi jaga
rumah ketika Pak Beni dan Istrinya Pergi kerja dan merawat tamannya saja.
Pagi
itu Pak Beni dan Istrinya pamitan mau keluar kota, katanya baru pulang minggu
malam sehingga dirumah itu tinggal aku, Bik Miatun dan Non Catherine. Jam sudah
menunjukkan pukul 08.00 tapi Non Catherine masih belum bangun juga dan Bik
Miatun sudah selesai memasak.
“Bobo, aku mau belanja tolong pintu gerbang dikunci.”
“Iya Bik!” jawabku sambil menyiram tanaman didepan rumah. Setelah Bik Miatun pergi aku mengunci pintu gerbang.
“Bobo, aku mau belanja tolong pintu gerbang dikunci.”
“Iya Bik!” jawabku sambil menyiram tanaman didepan rumah. Setelah Bik Miatun pergi aku mengunci pintu gerbang.
Setelah
selesai menyiram taman yang memang cukup luas aku bermaksud mematikan kran yang
ada di belakang. Sesampai didepan kamar mandi aku mendengar ada suara air
berkecipung kulihat kamar Non Catherine sedikit terbuka berarti yang mandi Non Catherine.
Tiba-tiba timbul niat untuk mengintip. Aku mencoba mengintip dari lubang kunci,
ternyata tubuh Non Catherine mulus dan susunya sangat kenyal, kuamati terus
saat Non Catherine menyiramkan air ke tubuhnya, dengan perasaan berdegap aku
masih belum beranjak dari tempatku semula. Baru pertama ini aku melihat tubuh
perempuan tanpa tertutup sehelai benang. Sambil terus mengintip, tanganku juga
memegangi penisku yang memang sudah tegang, kulihat Non Catherine membasuh
sabun keseluruh badannya aku nggak melewatkan begitu saja sambil tanganku terus
memegangi penis. Aku cepat-cepat pergi, sebab Non Catherine sudah selesai
mandinya namun karena gugup aku langsung masuk ke kamar WC yang memang berada
berdampingan dengan kamar mandi, disitu aku sembunyi sambil terus memegangi
penisku yang dari tadi masih tegang.
Cukup lama aku di dalam kamar WC sambil terus membayangkan yang baru saja kulihat, sambil terus merasakan nikmat aku tidak tahu kalau Bik Miatun berada didepanku. Aku baru sadar saat Bik Miatun menegurku,
“Ayo.. ngapain kamu.”
Aku terkejut cepat-cepat kututup resleting celanaku, betapa malunya aku.
“Ng.. nggak Bik..” kataku sambil cepat-cepat keluat dari kamar WC. Sialan aku lupa ngunci pintunnya, gerutuku sambil cepat-cepat pergi.
Cukup lama aku di dalam kamar WC sambil terus membayangkan yang baru saja kulihat, sambil terus merasakan nikmat aku tidak tahu kalau Bik Miatun berada didepanku. Aku baru sadar saat Bik Miatun menegurku,
“Ayo.. ngapain kamu.”
Aku terkejut cepat-cepat kututup resleting celanaku, betapa malunya aku.
“Ng.. nggak Bik..” kataku sambil cepat-cepat keluat dari kamar WC. Sialan aku lupa ngunci pintunnya, gerutuku sambil cepat-cepat pergi.
Esoknya
usai aku menyiram taman, aku bermaksud ke belakang untuk mematikan kran, tapi
karena ada Bik Miatun mencuci kuurungkan niat itu.
“Kenapa kok kembali?” tanya Bik Miatun.
“Ah.. enggak Bik..” jawabku sambil terus ngeloyor pergi.
“Lho kok nggak kenapa? Sini saja nemani Bibik mencuci, lagian kerjaanmu kan sudah selesai, bantu saya menyiramkan air ke baju yang akan dibilas,” pinta Bik Miatun.
Akhirnya akupun menuruti permintaan Bik Miatun. Entah sengaja memancing atau memang kebiasaan Bik Miatun setiap mencuci baju selalu menaikkan jaritnya diatas lutut, melihat pemandangan seperti itu, jantungku berdegap begitu cepat
“Begitu putihnya paha Bik Miatun ini” pikirku, lalu bayanganku mulai nakal dan berimajinasi untuk bisa mengelus-ngelus paha putih Bik Miatun.
“Heh! kenapa melihat begitu!” pertanyaan Bik Miatun membuyarkan lamunanku
“Eh.. ngg.. nggak Bik” jawabku dengan gugup.
“Sebentar Bik, aku mau buang air besar” kataku, lalu aku segera masuk kedalam WC, tapi kali ini aku tak lupa untuk mengunci pintunya.
“Kenapa kok kembali?” tanya Bik Miatun.
“Ah.. enggak Bik..” jawabku sambil terus ngeloyor pergi.
“Lho kok nggak kenapa? Sini saja nemani Bibik mencuci, lagian kerjaanmu kan sudah selesai, bantu saya menyiramkan air ke baju yang akan dibilas,” pinta Bik Miatun.
Akhirnya akupun menuruti permintaan Bik Miatun. Entah sengaja memancing atau memang kebiasaan Bik Miatun setiap mencuci baju selalu menaikkan jaritnya diatas lutut, melihat pemandangan seperti itu, jantungku berdegap begitu cepat
“Begitu putihnya paha Bik Miatun ini” pikirku, lalu bayanganku mulai nakal dan berimajinasi untuk bisa mengelus-ngelus paha putih Bik Miatun.
“Heh! kenapa melihat begitu!” pertanyaan Bik Miatun membuyarkan lamunanku
“Eh.. ngg.. nggak Bik” jawabku dengan gugup.
“Sebentar Bik, aku mau buang air besar” kataku, lalu aku segera masuk kedalam WC, tapi kali ini aku tak lupa untuk mengunci pintunya.
Didalam
WC aku hanya bisa membayangkan paha mulus Bik Miatun sambil memegangi penisku
yang memang sudah menegang cuma waktu itu aku nggak merasakan apa-apa, cuma
penis ini tegang saja. Akhirnya aku keluar dan kulihat Bik Miatun masih asik
dengan cucianya.
“Ngapain kamu tadi didalam Bob?” tanya Bik Miatun.
“Ah.. nggak Bik cuma buang air besar saja kok,” jawabku sambil menyiramkan air pada cuciannya Bik Miatun.
“Ah yang bener? Aku tahu kok, aku tadi sempat menguntit kamu, aku penasaran jangan-jangan kamu melakukan seperti kemarin ee..nggak taunya benar,” kata Bik Miatun
“Hah..? jadi Bibik mengintip aku?” tanyaku sambil menunduk malu.
“Ngapain kamu tadi didalam Bob?” tanya Bik Miatun.
“Ah.. nggak Bik cuma buang air besar saja kok,” jawabku sambil menyiramkan air pada cuciannya Bik Miatun.
“Ah yang bener? Aku tahu kok, aku tadi sempat menguntit kamu, aku penasaran jangan-jangan kamu melakukan seperti kemarin ee..nggak taunya benar,” kata Bik Miatun
“Hah..? jadi Bibik mengintip aku?” tanyaku sambil menunduk malu.
Tanpa
banyak bicara aku langsung pergi.
“Lho.. kok pergi?, sini Bob belum selesai nyucinya, tenang saja Bob aku nggak akan cerita kepada siapa-siapa, kamu nggak usah malu sama Bibik ” panggil Bik Biatun.
Kuurungkan niatku untuk pergi.
“Ngomong-ngomong gimana rasanya saat kamu melakukan seperti tadi Bob?” tanya Bik Miatun.
“Ah nggak Bik,”jawabku sambil malu-malu.
“Nggak gimana?” tanya Bik Miatun seolah-olah mau menyelidiki aku.
“Nggak usah diteruskan Bik aku malu.”
“Malu sama siapa? Lha wong disini cuma kamu sama aku kok, Non Catherine juga sekolah, Pak Dedi kerja?” kata Bik Miatun.
“Iya malu sama Bibik, sebab Bibik sudah tahu milikku,” jawabku.
“Oalaah gitu aja kok malu, sebelum tahu milikmu aku sudah pernah tahu sebelumnya milik mantan suamiku dulu, enak ya?”
“Apanya Bik?” tanyaku
“Iya rasanya to..?” gurau Bik Miatun tanpa memperdulikan aku yang bingung dan malu padanya.
“Sini kamu..” kata Bik Miatun sambil menyuruhku untuk mendekat, tiba-tiba tangan tangan Bik Miatun memegang penisku.
“Jangan Bik..!!” sergahku sambil berusaha meronta, namun karena pegangannya kuat rasanya sakit kalau terus kupaksakan untuk meronta.
“Lho.. kok pergi?, sini Bob belum selesai nyucinya, tenang saja Bob aku nggak akan cerita kepada siapa-siapa, kamu nggak usah malu sama Bibik ” panggil Bik Biatun.
Kuurungkan niatku untuk pergi.
“Ngomong-ngomong gimana rasanya saat kamu melakukan seperti tadi Bob?” tanya Bik Miatun.
“Ah nggak Bik,”jawabku sambil malu-malu.
“Nggak gimana?” tanya Bik Miatun seolah-olah mau menyelidiki aku.
“Nggak usah diteruskan Bik aku malu.”
“Malu sama siapa? Lha wong disini cuma kamu sama aku kok, Non Catherine juga sekolah, Pak Dedi kerja?” kata Bik Miatun.
“Iya malu sama Bibik, sebab Bibik sudah tahu milikku,” jawabku.
“Oalaah gitu aja kok malu, sebelum tahu milikmu aku sudah pernah tahu sebelumnya milik mantan suamiku dulu, enak ya?”
“Apanya Bik?” tanyaku
“Iya rasanya to..?” gurau Bik Miatun tanpa memperdulikan aku yang bingung dan malu padanya.
“Sini kamu..” kata Bik Miatun sambil menyuruhku untuk mendekat, tiba-tiba tangan tangan Bik Miatun memegang penisku.
“Jangan Bik..!!” sergahku sambil berusaha meronta, namun karena pegangannya kuat rasanya sakit kalau terus kupaksakan untuk meronta.
Akhirnya
aku hanya diam saja ketika Bik Miatun memegangi penisku yang masih didalam
celana pendekku. Pelan tapi pasti aku mulai menikmati pegangan tangan Bik Miatun
pada penisku. Aku hanya bisa diam sambil terus melek merem merasakan nikmatnya
pegangan tangan Bik Miatun. lalu Bik Miatun mulai melepas kancing celanaku dan
melorotkanya kebawah. Penisku sudah mulai tegang dan tanpa rasa jijik Bik
Miatun Bobgkok dihadapanku dan menjilati penisku.
“Ach.. Bik.. geli,” kataku sambil memegangi rambut Bik Miatun.
“Ach.. Bik.. geli,” kataku sambil memegangi rambut Bik Miatun.
Bik
Miatun nggak peduli dia terus saja mengulum penisku, Bik Miatun berdiri lalu
membuka kancing bajunya sendiri tapi tidak semuanya, kulihat pemandangan yang
menyembul didepanku yang masih terbungkus kain kutang dengan ragu-ragu
kupegangi. Tanpa merasa malu, Bik Miatun membuka tali kutangnya dan membiarkan
aku terus memegangi susu Bik Miatun, dia mendesah sambil tangannya terus
memegangi penisku. Tanpa malu-malu kuemut pentil Bik Miatun.
“Ach.. Bob.. terus Bob..”
Aku masih terus melakukan perintah Bik Miatun, setelah itu Bik Miatun kembali memasukkan penisku kedalam mulutnya. aku hanya bisa mendesah sambil memegangi rambut Bik Miatun.
“Bik aku seperti mau pipis,” lalu Bik Miatun segera melepaskan kulumannya dan menyingkapkan jaritnya yang basah, kulihat Bik Miatun nggak memakai celana dalam.
“Sini Bob..,” Bik Miatun mengambil posis duduk, lalu aku mendekat.
“Sini.. masukkan penismu kesini.” sambil tangannya menunjuk bagian selakangannya.
“Ach.. Bob.. terus Bob..”
Aku masih terus melakukan perintah Bik Miatun, setelah itu Bik Miatun kembali memasukkan penisku kedalam mulutnya. aku hanya bisa mendesah sambil memegangi rambut Bik Miatun.
“Bik aku seperti mau pipis,” lalu Bik Miatun segera melepaskan kulumannya dan menyingkapkan jaritnya yang basah, kulihat Bik Miatun nggak memakai celana dalam.
“Sini Bob..,” Bik Miatun mengambil posis duduk, lalu aku mendekat.
“Sini.. masukkan penismu kesini.” sambil tangannya menunjuk bagian selakangannya.
Dibimbingnya
penisku untuk masuk ke dalam vagina Bik Miatun.
“Terus Bob tarik, dan masukkan lagi ya..”
“Iya Bik” kuturuti permintaan Bik Miatun, lalu aku merasakan seperti pipis, tapi rasanya nikmat sekali.
Setelah itu aku menyandarkan tubuhku pada tembok.
“Bob.. gimana, tahu kan rasanya sekarang?” tanya Bik Miatun sambil membetulkan tali kancingnya.
“Iya Bik..”jawabku.
“Terus Bob tarik, dan masukkan lagi ya..”
“Iya Bik” kuturuti permintaan Bik Miatun, lalu aku merasakan seperti pipis, tapi rasanya nikmat sekali.
Setelah itu aku menyandarkan tubuhku pada tembok.
“Bob.. gimana, tahu kan rasanya sekarang?” tanya Bik Miatun sambil membetulkan tali kancingnya.
“Iya Bik..”jawabku.
Esoknya
setiap isi rumah menjalankan aktivitasnya, aku selalu melakukan adegan ini
dengan Bik Miatun. Saat itu hari Sabtu, kami nggak nyangka kalau Non Catherine
pulang pagi. Saat kami tengah asyik melakukan kuda-kudaan dengan Bik Miatun,
Non Catherine memergoki kami.
” Hah? Apa yang kalian lakukan! Kurang ajar! Awas nanti tak laporkan pada papa dan mama, kalian!”
Melihat Non Catherine kami gugup bingung, “Jangan Non.. ampuni kami Non,” rengek Bik Miatun.
“Jangan laporkan kami pada tuan, Non.”
Akupun juga takut kalau sampai dipecat, akhirnya kami menangis di depan Non Catherine, mungkin Non Catherine iba juga melihat rengekan kami berdua.
“Iya sudah jangan diulangi lagi Bik!!” bentak Non Catherine.
“Iy.. iya Non,” jawab kami berdua.
” Hah? Apa yang kalian lakukan! Kurang ajar! Awas nanti tak laporkan pada papa dan mama, kalian!”
Melihat Non Catherine kami gugup bingung, “Jangan Non.. ampuni kami Non,” rengek Bik Miatun.
“Jangan laporkan kami pada tuan, Non.”
Akupun juga takut kalau sampai dipecat, akhirnya kami menangis di depan Non Catherine, mungkin Non Catherine iba juga melihat rengekan kami berdua.
“Iya sudah jangan diulangi lagi Bik!!” bentak Non Catherine.
“Iy.. iya Non,” jawab kami berdua.
Esoknya
seperti biasa Non Catherine selalu bangun siang kalau hari minggu, saat itu Bik
Miatun juga sedang belanja sedang Pak Dedi dan Istrinya ke Gereja, saat aku
meyirami taman, dari belakang kudengar Non Catherine memanggilku,
“Joon!! Cepat sini!!” teriaknya.
“Iya Non,” akupun bergegas kebelakang tapi aku tidak menemukan Non Catherine.
“Non.. Non Catherine,” panggilku sambil mencari Non Catherine.
“Tolong ambilkan handuk dikamarku! Aku tadi lupa nggak membawa,” teriak Non Catherine yang ternyata berada di dalam kamar mandi.
“Iya Non.”
Akupun pergi mengambilkan handuk dikamarnya, setelah kuambilkan handuknya “Ini Non handuknya,” kataku sambil menunggu diluar.
“Mana cepat..”
“Iya Non, tapi..”
“Tapi apa!! Pintunya dikunci..”
“Joon!! Cepat sini!!” teriaknya.
“Iya Non,” akupun bergegas kebelakang tapi aku tidak menemukan Non Catherine.
“Non.. Non Catherine,” panggilku sambil mencari Non Catherine.
“Tolong ambilkan handuk dikamarku! Aku tadi lupa nggak membawa,” teriak Non Catherine yang ternyata berada di dalam kamar mandi.
“Iya Non.”
Akupun pergi mengambilkan handuk dikamarnya, setelah kuambilkan handuknya “Ini Non handuknya,” kataku sambil menunggu diluar.
“Mana cepat..”
“Iya Non, tapi..”
“Tapi apa!! Pintunya dikunci..”
Aku
bingung gimana cara memberikan handuk ini pada Non Catherine yang ada didalam?
Belum sempat aku berpikir, tiba-tiba kamar mandi terbuka. Aku terkejut hampir
tidak percaya Non Catherine telanjang bulat didepanku.
“Mana handuknya,” pinta Non Catherine.
“I.. ini Non,” kuberikan handuk itu pada Non Catherine.
“Kamu sudah mandi?” tanya Non Catherine sambil mengambil handuk yang kuberikan.
“Be..belum Non.”
“Kalau belum, ya.. sini sekalian mandi bareng sama aku,” kata Non Catherine.
“Mana handuknya,” pinta Non Catherine.
“I.. ini Non,” kuberikan handuk itu pada Non Catherine.
“Kamu sudah mandi?” tanya Non Catherine sambil mengambil handuk yang kuberikan.
“Be..belum Non.”
“Kalau belum, ya.. sini sekalian mandi bareng sama aku,” kata Non Catherine.
Belum
sempat aku terkejut akan ucapan Non Catherine, tiba-tiba aku sudah berada dalam
satu kamar mandi dengan Non Catherine, aku hanya bengong ketika Non Catherine
melucuti kancing bajuku dan membuka celanaku, aku baru sadar ketika Non Catherine
memegang milikku yang berharga.
“Non..,” sergahku.
“Sudah ikuti saja perintahku, kalau tidak mau kulaporkan perbuatanmu dengan Bik Miatun pada papa,” ancamnya.
“Non..,” sergahku.
“Sudah ikuti saja perintahku, kalau tidak mau kulaporkan perbuatanmu dengan Bik Miatun pada papa,” ancamnya.
Aku
nggak bisa berbuat banyak, sebagai lelaki normal tentu perbuatan Non Catherine
mengundang birahiku, sambil tangan Non Catherine bergerilya di bawah perut,
bibirnya mencium bibirku, akupun membalasnya dengan ciuman yang lembut. Lalu
kuciumi buah dada Non Catherine yang singsat dan padat. Non Catherine mendesah,
“Augh..”
Kuciumi, lalu aku tertuju pada selakangan Non Catherine, kulihat bukit kecil diantara paha Non Catherine yang ditumbuhi bulu-bulu halus, belum begitu lebat aku coba untuk memegangnya. Non Catherine diam saja, lalu aku arahkan bibirku diantara selakangan Non Catherine.
“Sebentar Bob..,” kata Non Catherine, lalu Non Catherine mengambil posisi duduk dilantai kamar mandi yang memang cukup luas dengan kaki dilebarkan, ternyata Non Catherine memberi kelaluasaan padaku untuk terus menciumi vaginanya.
Kuciumi, lalu aku tertuju pada selakangan Non Catherine, kulihat bukit kecil diantara paha Non Catherine yang ditumbuhi bulu-bulu halus, belum begitu lebat aku coba untuk memegangnya. Non Catherine diam saja, lalu aku arahkan bibirku diantara selakangan Non Catherine.
“Sebentar Bob..,” kata Non Catherine, lalu Non Catherine mengambil posisi duduk dilantai kamar mandi yang memang cukup luas dengan kaki dilebarkan, ternyata Non Catherine memberi kelaluasaan padaku untuk terus menciumi vaginanya.
Melihat
kesempatan itu tak kusia-siakan, aku langsung melumat vaginanya kumainkan
lidahku didalm vaginanya.
“Augh.. Bob.. Bob,” erangan Non Catherine, aku merasakan ada cairan yang mengalir dari dalam vagina Non Catherine. Melihat erangan Non Catherine kulepaskan ciuman bibirku pada vagina Non Catherine, seperti yang diajarkan Bik Miatun kumasukkan jemari tanganku pada vagina Non Catherine. Non Catherine semakin mendesah, “Ugh Bob.. terus Bob..,” desah Non Catherine. Lalu kuarahkan penisku pada vagina Non Catherine.
Bless.. bless.. Batangku dengan mudah masuk kedalam vagina Non Catherine, ternyata Non Catherine sudah nggak perawan, kata Bik Miatun seorang dikatakan perawan kalau pertama kali melakukan hubungan intim dengan lelaki dari vaginanya mengeluarkan darah, sedang saat kumasukkan penisku ke dalam vagina Non Catherine tidak kutemukan darah.
“Augh.. Bob.. Bob,” erangan Non Catherine, aku merasakan ada cairan yang mengalir dari dalam vagina Non Catherine. Melihat erangan Non Catherine kulepaskan ciuman bibirku pada vagina Non Catherine, seperti yang diajarkan Bik Miatun kumasukkan jemari tanganku pada vagina Non Catherine. Non Catherine semakin mendesah, “Ugh Bob.. terus Bob..,” desah Non Catherine. Lalu kuarahkan penisku pada vagina Non Catherine.
Bless.. bless.. Batangku dengan mudah masuk kedalam vagina Non Catherine, ternyata Non Catherine sudah nggak perawan, kata Bik Miatun seorang dikatakan perawan kalau pertama kali melakukan hubungan intim dengan lelaki dari vaginanya mengeluarkan darah, sedang saat kumasukkan penisku ke dalam vagina Non Catherine tidak kutemukan darah.
Kutarik,
kumasukkan lagi penisku seperti yang pernah kulakukan pada Bik Miatun
sebelumnya. “Non.. aku.. mau keluar Non.”
“Keluarkan saja didalam Bob..”
“Aggh.. Non.”
“Bob.. terus Bob..”
Saat aku sudah mulai mau keluar, kubenamkan seluruh batang penisku kedalam vagina Non Catherine, lalu gerkkanku semakin cepat dan cepat.
“Ough.. terus.. Bob..”
Kulihat Non Catherine menikmati gerakanku sambil memegangi rambutku, tiba-tiba kurasakan ada cairan hangat menyemprot ke penisku saat itu juga aku juga merasakan ada yang keluar dari penisku nikmat rasanya. Kami berdua masih terus berangkulan keringat tubuh kami bersatu, lalu Non Catherine menciumku.
“Terima kasih Bob kamu hebat,” bisik Non Catherine.
“Tapi aku takut Non,” kataku.
“Apa yang kamu takutkan, aku puas, kamu jangan takut, aku nggak akan bilang sama papa” kata Non Catherine. Lalu kami mandi bersama-sama dengan tawa dan gurauan kepuasan.
“Keluarkan saja didalam Bob..”
“Aggh.. Non.”
“Bob.. terus Bob..”
Saat aku sudah mulai mau keluar, kubenamkan seluruh batang penisku kedalam vagina Non Catherine, lalu gerkkanku semakin cepat dan cepat.
“Ough.. terus.. Bob..”
Kulihat Non Catherine menikmati gerakanku sambil memegangi rambutku, tiba-tiba kurasakan ada cairan hangat menyemprot ke penisku saat itu juga aku juga merasakan ada yang keluar dari penisku nikmat rasanya. Kami berdua masih terus berangkulan keringat tubuh kami bersatu, lalu Non Catherine menciumku.
“Terima kasih Bob kamu hebat,” bisik Non Catherine.
“Tapi aku takut Non,” kataku.
“Apa yang kamu takutkan, aku puas, kamu jangan takut, aku nggak akan bilang sama papa” kata Non Catherine. Lalu kami mandi bersama-sama dengan tawa dan gurauan kepuasan.
Sejak
saat itu setiap hari aku harus melayani dua wanita, kalau di rumah hanya ada
aku dan Bik Miatun, maka aku melakukannya dengan Bik Miatun. Sedang setiap
Minggu aku harus melayani Non Catherine, bahkan kalau malam hari semua sudah
tidur, tak jarang Non Catherine mencariku di luar rumah tempat aku jaga dan di
situ kami melakukannya.
Post a Comment